Semasa manusia muda, semasa hidup ini masih indah, apabila diajukan pertanyaan “apakah yang ingin kita capai di hidup ini?” Jawaban yang muncul bisa beribu-ribu banyaknya. Melakukan hal-hal yang hebat, Meraih cita-cita setinggi mungkin, menjadi orang kaya, orang terkenal, orang penting, dan banyak lagi yang lainnya. Yang intinya kita ingin agar hidup ini berarti, kita ingin meninggalkan nama kita di dunia ini. Kita ingin berbeda dari orang lain, lebih hebat, lebih ini dan lebih itu. Pokoknya stand out of the crowd lah.
Namun apakah yang berubah ketika kita menjadi dewasa dan kemudian tua? Fisik? itu jelas. Yang lebih penting adalah bahwa pemikiran kita berubah (okelah, ada juga mengatakan “berkembang“), sedihnya dengan berubahnya pemikiran dan pemahaman kita itu, segala idealisme kita juga kebayakan juga ikut larut dalam perjalanan hidup yang gila ini. Kita menjadi lebih banyak bertoleransi pada diri sendiri, lebih mudah memaafkan diri sendiri, kita melepaskan banyak kesempatan dengan alasan kemapanan. Kita ingin menjadi bagian masyarakat, kita ingin menyatu dengan yang lain, kita butuh securitas diri, kita butuh pengakuan…
Berikut adalah contoh skenario hidup typical yang aku lihat.. Lahir di sebuah keluarga bisa, mendapat pendidikan yang baik baik di rumah maupun di sekolah. SD-SMP-SMA berusaha dengan sebaik-baiknya. Akhirnya bisa masuk perguruan tinggi. Sampai di sini idealisme masih berperan dengan gagahnya, mengalahkan segala hal yang lain. Kita masih ingin ini dan itu seperti yang aku sebutkan diatas.Namun di sini pula, sedikit demi sedikit, disadari atau tidak disadari, berpikir tidak lagi dengan idealisme yang murni, tidak lagi dengan semangat yang membara. Tapi dengan kepentingan untuk “sama dengan yang lain”, untuk pengakuan semata. Astaga “si A sudah lulus, aku harus cepat-cepat lulus ni”. “Oh, si B sudah bekerja aku harus dapat kerjaan juga nih”. “Eh si C sudah menikah, aku harus cepet-cepet cari pacar nih” Ahhh… Pekerjaan dan Keluarga, bukankah itu bekal yang dibutuhkan untuk dapat masuk ke masyarakat? mungkin.
Mengapa panik kebakaran jenggot hanya karena 3 bulan lulus belum dapat kerja? (seperti teman saya). Toh kita kuliah bertahun-tahun. Aku yakin kalau orang tua masih mampu kalau memberi makan lagi barang setahun dua tahun (sekali lagi ini contoh typical). Bukannya manja, tapi mengapa kita tidak berpikir? Waktu memang adalah sangat berharga. Berpikir lebih berharga lagi. Tak ada pemanfaatan waktu yang lebih berharga daripada berpikir menurutku. Biarlah berhenti sejenak dari putaran waktu dan berpikir, betapa teraturnya hidup kita sejak dulu, seperti gigi roda yang tak pernah berhenti berputar, sehingga ketika kita lepas sebentar saja dari sebuah jalur yang ditentukan, kita sudah hilang tak tentu arah. …Cogito ergo sum (I think therefore I am)…
Akhirnya lulus kuliah, beberapa saat kemudian apply lamaran kemana-mana. Mula-mula yang sesuai dengan bidang ilmu kalaupun nemu ya syukur, kalau tidak ya dimana-aja lah asalkan bekerja dan mendapatkan gaji yang cukup. Seperti dikejar-kejar, entah dikejar apa. Setahun pertama kita bersemangat, mencari hal-hal yang baru bahkan pekerjaan yang baru. Beberapa waktu kemudian akhirnya ada gadis/ jejaka juga yang nyantol (syukur kalau suka). Janur kuning-pun melengkung, kita punya keluarga. Kita manusia yang utuh sekarang. Namun sekali lagi waktupun terus berlari tak pedulu kita terseok-seok, tak ada lagi waktu untuk berpikir, kita harus mengejar! atau mati tergilas olehnya. Tanpa kita sadari kita telah terkungkung oleh rutinitas, oleh pengkondisian dan terlebih lagi, terkungkung oleh diri kita sendiri, kita tidak lagi kenal dengan diri kita yang dulu. Kemudian tahun berlalu, mungkin kita sudah naik jabatan. Taraf hidup kita sudah lebih baik. Sampai di sini garis hidup menjadi jelas. pindah kerjaan? gila kali! sudah capek-capek aku mencapai posisi ini. Mau melakukan ini atau itu? Ah sibuk urusan kantor! mana ada waktu. Begitu terus seiring dengan berjalannya waktu. Kulit pun mengkeriput dan rambutpun memutih. Kita merasa telah mengalami semuanya dan mengecap diri kita bijaksana. Kita semakin taat beribadah, siap-siap mati dan menerima nasib… Tentang idealisme yang dulu? …hah idealisme? Apa itu?
Kalau bisa dipersingkat mungkin begini : Aku lulus cepat, punya pekerjaan mapan, punya pasangan dan rumah sendiri (kalau sudah mampu) = aku hebat! ..and? So What? Milyaran orang dibumi ini melakukan hal sama seperti yang kau lakukan. Kau akan mati juga seperti yang lain, dan sepuluh tahun kedepan tak akan ada yang mengenalmu, bahkan tak akan ada yang tahu bahwa kau pernah ada… hanya species biasa yang melanjutkan siklus hidup dan reproduksi.. tak lebih.
White Collar Blues adalah judul chapter sebuah manga yang menceritakan dengan persis apa yang kutulis disini. Tentang orang yang tersadar dan terdiam di masa tuanya, menyadari bahwa dia mempunyai segalanya namun tidak mencapai apa-apa (see what I mean?) Senang juga aku bahwa ada yang berpikir sama denganku. Tapi terlepas dari apapun juga, inilah pemikiranku sekarang, apa adanya. Salah satu dari pemikiran sekitar enam setengah miliar penduduk bumi juga. Mungkin kelak aku juga akan seperti mereka yang aku ceritakan di depan. Mungkin aku akan kehilangan diriku yang sekarang. Kalaupun itu terjadi paling tidak blog ini adalah momento bagiku, bahwa aku di waktu ini (july 2005) berpikir seperti ini. Ahh.. masa depan memang menakutkan!
~mudah-mudahan ada yang kuat baca sampai akhir hihihi.. :) . Theme song untuk postingan ini : “Reset Me” by Hysteric Blue. I really love this song! “reset me, zero ni…!”