Rayakan Kemerdekaan
Sebenarnya jauh hari sebelum hari perayaan kemerdekaan ini datang, sudah banyak yang aku pikirkan dan ingin kusampaikan. Mulai dari pingin desain template baru, menulis postingan yang “dalem” dll. Tapi dasarnya aku ini (sok) sibuk, jadinya ya baru diposting sekarang, itupun sudah banyak yang lupa. Desain template nuansa kemerdekaan inipun sekedar desain tabrak lari, yang diselenggarakan dengan cara tidak seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya… Begitu juga desain 17an di blog Loenpia sebelumnya, cuma “tweak” dikit template lama. Tapi untunglah banyak yang bilang bagus (mungkin sekedar menghibur hehe..). Ah pokoknya kan turut memeriahkan (alesyan!). Oh iya, desain tulisan di banner atas itu, nyontek dari bannernya Zam, cuma jelas masih kalah keren. :-p
Turutlah Merayakan!
Merdeka! Terserah si pesimis mau ngomong apa, yang jelas Indonesia sudah merdeka. Nasib bangsa ini sekarang bisa ditentukan oleh kita sendiri. Terserah pada kita apakah bangsa ini akan makin terpuruk ataukan makin bersinar. Paling tidak kebebasan itulah yang patut kita syukuri bersama. Masalah kebebasan dari kemiskinan, kebodohan dan ketakutan yang sangat belum merata memang hal yang sangat penting, namun dengan kemerdekaan ini paling tidak modal dasar kita sudah ada.
Turutlah merayakan, paling tidak pada hari ini setahun sekali, rasa bangga sebagai Indonesia, yang sering surut di dada ini bisa memuncak setinggi-tingginya. Benar atau salah, Ini adalah negaraku. Jadi bergembirlah, berbanggalah, kita ini Indonesia. Tadi melihat berita di TV, ada razia di ibukota bagi rumah penduduk dan perkantoran yang tidak mengibarkan Sang Merah Putih. Pesanku bagi anda yang terkena razia itu : ” Sokorrr! hukum aja pak pol!” Apa sih susahnya memasang bendera kita? (tentu dengan asumsi mampu untuk itu ya). Kok tega-teganya sih samapai nggak masang? Malah anda yang rugi, anda tak bisa turut merasakan kebanggaan yang sedemikian nikmat dan kian langka ini.
Namun syukurlah, peringatan kemerdekaan ini masih dinanti, dirayakan dan dinikmati rakyat. Didaerah tempat tinggalku tentu turut merayakan, dengan tirakatan dan berbagai lomba. Cuma aku sudah tak jadi panitia lagi, sudah ada adik-adik penerusku. Masih terngiang-ngiang irama dangdut dari acara melek-melek kemarin malam yang cuma berjarak 50 meteran dari kamarku.
“Bang, sms siapa ini bang..?” Tarik mang…! semalam suntuk, mantab!
Kita bisa apa ?
Aa Gym bilang mulailah dari hal yang kecil, mulailah dari diri sendiri dan mulailah sekarang juga. Agaknya tepat sekali. Lakukan saja peran kita dengan sebaik-baiknya. Andaikan tiap elemen negeri ini melakukannya, niscaya negeri ini cepat atau lambat (kayaknya sih cepat) akan kembali bangkit. Yang pemerintah memerintahlah dengan adil, yang pedagang berdaganglah dengan jujur, yang mahasiswa belajarlah dengan giat. (aku juga ngomong ke kamu, wahai mahasiswa Makasar yang sering masuk TV berkat bakat beladiri yang salah sasaran itu. Malu dong sama Sultan Hasanudin!).
Impian boleh melanglang buana (harus!), cita-cita boleh setinggi angkasa (wajib!), tapi jangan pernah lupakan Indonesia. Negeri tanah tumpah darah tercinta, dimana dari tanahnya lah tiap bulir padi yang kita telan tiap hari ini berasal.
Indonesia tanah air beta…
tempat berlindung di hari tua…
sampai akhir menutup mata…
Demikian, sebuah pidato ke(warga)negaraan dari seorang rakyat jelata biasa. Maaf kalo kayaknya menggurui, cuma pendapat pribadi kok. Aku sendiri di hari kemerdekaan ini merayakannya seharian bersama anak-anak AIESEC, seru banget! ceritanya menyusul. hehehe. Btw, tak terasa ngeblog sudah lewat setahun ya, ini postingan 17an ku setahun lalu…
M.E.R.D.E.K.A.!
HOHOHO…merah..meriah euy :D
MERDEKA..!!!
kalo aku bilang…ngapain sih pake razia bendera segala? kurang kerjaan banget. merayakan kemerdekaan kan ga harus ditandai dengan mengibarkan selembar kain berwarna merah putih doang. itu malahan pertanda bahwa yang mengadakan razia tuh masih berpikiran cekak banget. yang hanya memuja simbol-simbol belaka, dan memperlakukannya bagai dewa, tanpa sadar bahwa sebenarnya ada hal yang lebih besar dari itu.
btw…kangen ama anak2 AIESEC neh…..gimana bud ceritanya???
Tega nian omonganmu Ndung. Yes indeed, it is a symbol. Tapi tanpa itu, apa lagi yang mempersatukan kita? bersatu dalam pikiran saja tidak cukup.
Sang merah putih itulah yang dulu dengan darah, nyawa dan air mata diperjuangkan, yang mana tiap atlet Indonesia bermimpi bisa mengibarkannya di arena internasional, yang mana tiap pendaki gunung Indonesia berjuang untuk mengibarkannya di puncak tertinggi. Dan setahun sekali wajarlah kalau kita menghormati symbol itu pertanda kita bangga sebagai Indonesia, bahwa jutaan rakyat indonesia yang lain juga melakukan yang sama, menandakan ada persamaan diantara kita, yaitu Indonesia. Bagi perumahan okelah mungkin lupa atau (sok) sibuk, tapi bagi instansi? keterlaluan.. mereka beroperasi dan meneguk keuntungan dari Indonesia kan?
Dan lagian dengan mengibarkannya bukan berarti.. “memperlakukannya bagai dewa?” contoh analogi yang aneh Ndung. Kita tidak berdoa pada Sang Merah Putih kok, tidak juga memberi sajen padanya. Seperti yang kau bilang, itu symbol, ada hal yang lebih besar dari itu. Tapi bagaimana bisa melihat yang lebih besar itu tanpa menghargai hal yang lebih kecil dahulu? dan penghargaan apa yang lebih cocok untuk bendera? ya, dikibarkan!
tentang AIESEC, ceritanya ada acara gitu di sana. hehe kapan nih mau ke sini lagi Ndung?
MERDEKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAA!!!!
INGAT LOH KITA UDAH MERDEKAAAAAAAAAAAA!!!!!!!
butul! butul! terserah si pesimis mo bilang apa… kita memang udah merdeka :) btw, ni layout ga kalah keren ma punya si zam kok *kabur;moga2 zam ga baca* :P
Merdeka?
Merdeka?
Merdeka?
Yang bener kita dah Merdeka?
Merdeka dalam hal apa ya?
Akhirnya Merdeka lagi!! Masak habis 17-an internet ning kampus mati?? payah2…
btw kowe melu joget dangdut Bud? kuwi (satu-satunya) lagu Endonesia kesukaanmu kan? :D
wah… mas blognya boleh juga nih
terkadang kita memang mendewakan simbol..
pernah denger cerita, ketika seorang veteran perang mengibarkan bendera merah putih yang kumal, padahal bendera itu adalah saksi bisu pertempuran yang ia lakoni. ketika seorang “pejabat” melintas di depan rumahnya, si kakek itu kemudian diomelin. dibilang ndak menghargai bangsa, masak mengibarkan bendera yang kumal itu. yang warna putihnya hampir sama dengan warna merahnya.. “pejabat” itu lalu menyuruh si kakek mengganti dengan bendera baru. si kakek bersikukuh dengan bendera kumalnya. dan si pejabat pun menganggap si kakek tak memiliki rasa nasionalisme..
gimana menurut ente, kang?
to Zam:
kalau menurutku, gak ada yang perlu diperdebatkan, mau pakai bendera yang baru ya monggo itung2 yang bersejarah itu bisa disimpen, atau mau pake yang lama itu juga monggo wong memang kebanggannya kok. Harusnya pejabat dan kakek itu tadi ngomong dulu alasan mereka.
Sebenarnya bukan masalah mendewakan symbol yang aku ceritakan. Ya, yang dibalik simbol itu memang jauh lebih penting. Tapi mengatakan aku patriotik, cinta dan bangga Indonesia tapi mengibarkan merah putih di hari kemerdekaan saja tidak ya sama aja boong, seperti orang yang berkoar dermawan tapi bersedekah sedikit saja tak mau.
Ah.. pokoknya Merdeka lah!!