Kemarin gara-gara utak-atik blog, jadi pingin nulis ini. Pernah dengar jargon-jargon seperti ini ? Web Safe Color, Variable lenght Page, Valid XHTML, Valid CSS2, Standarized Link, Widely accessible content, dll? Designer dan programmer web pasti sudah hafal (atau muak?) dengan hal ini. Yah kalaupun nggak, paling tidak ada aku yang lumayan muak dengan hal ini.
Mulai dari Web-Safe color. Jujur aja, who cares dengan websafe color! Hari gini masih memakai 256 color? jelas nggak masuk akal. Kalaupun tujuannya adalah mencapai target audience yang sebanyak-banyaknya, rasanya sekarang hal ini sudah nggak relatif lagi. Kalaupun ada satu dua audience yah abaikan saja mereka! Nggak sebanding dengan pengorbanan jeleknya desain karena maksain pakai websafe color! Kecuali mungkin sebuah kasus yang benar-benar khusus misalnya.. ada sebuah suku daerah di pedalaman terpencil tiba-tiba ingin membangun jaringan dengan sebuah aplikasi web terintegrasi kemudian karena dananya terbatas, mereka membeli komputer-komputer yang benar-benar tua dari kota yang hampir masuk musium… yah, once in a blue moon!
Kemudian tentang variable lenght, Ini sebenarnya bagus, kalau memang benar-benar diimplementasikan. Sayangnya kerap kali kita jumpai web site yang main potong saja. Lebar 800 piksel seolah jadi batas suci yang tidak boleh dilanggar. Lebar situs dipress hingga kurang dari 800 piksel, tujuannya jelas untuk mengakomodasi para audience yang masih menggunakan resolusi 800×600. What the? Masih mending kalau dilihat dari monitor resolusi 1024, nah coba bayangkan kalau dilihat dengan resolusi di atas itu? wagu kan? Hampir setengah halamannya akan terlihat kosong! Yang sudah ngeluarin duit banyak buat beli monitor gede pasti kesel! :)
Selanjutnya valid XHTML, CSS, XML ataulah apalah. Memang tidak selamanya web design dan web programming itu sejalan, kadang berselisih, kadang tidak akur, dan malah kadang pukul-pukulan hingga saling berantakan. Apalagi pada situs yang menggunakan template/skin yang umum dijumpai pada CMS-CMS (Content Management System). Di sinilah para validator mengambil peran seperti validator HTML dan validator CSS. Alasannya untuk validasi? Lagi-lagi tentang accessibility. Katanya kalau situs kita lolos valiadasi mereka mka akan dijamin situs kita ini nantinya akan bisa dibuka dari platform mana saja, browser mana saja, bahkan termasuk device mobile apa saja!
Dan apakah validasi itu harus? Bah! Nggak tuh, buktinya langka sekali untuk menemukan situs yang lolos dari validasi ini, waktu aku menulis ini aku cek valiadasi beberapa situs. Hailnya : Google.com 40 error, Yahoo.com 259 error, Ebay.com 231 error, boku baka blog 23 error. Beberapa situs cms yang aku periksapun nggak ada yang lolos dari validasi ini. Dan bahkan malah ada yang gagal validasi sama sekali. Apa dengan gagal validasi sebuah situs kemudian tidak layak tayang? Nggak kan? Ok, concern tentang validasi ini memang bagus, tapi kalau terobsesi itu bodoh. Catatan : salut buat microsoft.com yang lolos validasi maut ini. Hebat amat.. (Om Bill pakai ilmu apa ya?)
Selanjutnya adalah standarisasi. Jadi inget sama Jacob Nielsen. Pakarnya usability (baca : musuh besarnya designer). Katanya usability adalah lawannya accessibility. Katanya situs yang baik adalah situs yang standard. Warna active link harus biru! warna visited link harus ungu! Jangan mengganti bentuk kursor mouse! Masukin Flash? TIDAK BOLEH! Flash is 99% Bad! bla bla bla…dan banyak lagi yang lainnya Memang omongannya tidak seperti itu, tapi kalau diterjemahkan dalam bahasa yang mudah kira-kira nggak akan jauh-jauh dari yang kutulis. Standar boleh saja itu pilihan, tapi kenapa harus? Tiap orang selalu ingin unik kan? Apa salahnya Flash? toh pluginnya kecil, yang belum punya tinggal download bentar. Yah yang menentukan adalah orang yang menciptakan karyanya bukan? Lihat dulu hasilnya, bukan proses atau alatnya. Kesimpulannya? Kalau kita terlalu banyak taat pada hal-hal diatas, kita akan berkompromi untuk hal-hal yang sebanarnya tidak perlu.. atau bahkan tidak keliahatan!