30 Apr

Mbah Ginem menanti kantuk

mbah ginem

Ketika aku menghampirinya dan meminta untuk mengambil gambarnya, dia segera saja menjadi gugup dan bingung, Waduh, kula kedah pripun niki mas? potone ten pundi? Perlu beberapa saat untuk menjelaskan keadaan saat ini, bahwa akulah pihak yang butuh, akulah yang seharusnya bersifat “menghamba” pada saat itu.

Namanya saat masih bocah adalah Ginem, namanya setelah menikah menjadi Prawiro Ginem. Pekerjaan sehari-harinya, atau mungkin bisa dibilang hidupnya, adalah berjualan umbi-umbian dan bumbu-bumbu di Pasar Bulu Semarang. Saat kutemui dia tengah asyik mengupas kulit kacang tanah, padahal waktu itu sudah lewat jam 10 malam. Ngantos jam pinten mangke nguliti kacangipun mbah? “Wah nggih sakngantuke mripat mas, mangke nek wis ngantuk nggih garek nglekar…” Yang dimaksud tempat nglekar-nya mbah Ginem itu juga di los tempat duduknya saat ini, di sebelahnya salah seorang temannya sesama pedagang telah terlebih dulu tertidur.

Mbah Ginem sudah tak ingat lagi berapa usianya, menurutnya kira-kira sudah 90an tahun. Dia juga sudah tak ingat lagi, sejak kapan ia mulai berdagang di Pasar Bulu ini. Menurutnya dia sudah berjualan di pasar ini, bahkan sejak nama pasarnya belum Bulu. Rumiyin mriki naminipun Pasar Seng mas, demikian ia menjelaskan. Aku sendiri malah baru tahu…
Read More