15 Oct

Ke Loenpia, aku pulang

Loenpia

Jauh kembali ke 3 tahun yang lalu, setiap kali aku memasuki internet, aku seperti mengembara ke negeri asing, aku tinggalkan semua atribut Budiyono ini, aku menjadi satu orang tanpa nama, menjelajah ke sana-sini mencari-cari semua apa yang aku butuhkan, apa yang aku inginkan. Aku tak peduli, aku adalah aku, mereka adalah mereka. Apa yang aku lakukan hanya semata-mata demi kepentingan belaka.

Dan semuanya berubah setelah pertama kali komunitas yang berkedok blogger ini terbentuk. Sejak awal berdirinya, segelintir orang, 8 orang yang clueless dan nekat, masa-masa awal mengalami pasang surut (yang lebih banyak surutnya), merasakan kopdar mesra yang meyedihkan (hanya berdua!). Tapi kami telah berhasil melaluinya. Dari apa yang sebelumnya tak ada, menjadi ada. Dari tak kenal menjadi kenal, menjadi sahabat, saling berbagi dan bercerita. Melewati siang bersama, sore bersama, sampai tengah malam dan pagi buta bersama pernah kita lalui.

Read More

20 Feb

Kolase itu, Penuh Cinta

kolase

Dinding kamarku memang jauh dari bersih. Ada poster anime dimana-mana, ada poster artis dan idol Jepang di beberapa sudutnya (nggak, miyabi nggak ada!), ada boneka Teru Teru Bozu bergelantungan, Ada cambuk dan kuda lumping dari Bandungan, Ada buah pinus dari hutan di Bantir, ada ranting kayu dari Curug Sewu, ada caping petani dari Patebon, ada lanjaran daun sagu dari Pekalongan, ada tirai kerang dari Cilacap, ada koteka pemberian dari Papua, ada untaian kalung dan kepala Barong dari Bali, ada tasbih pemberian dari Mekkah, ada 2 bungkus ketupat kering dari tahun yang berbeda, ada rajutan kain prakarnya jaman SMP dulu, bahkan ada lukisan kanvas karyaku sendiri, juga ada 5 botol pasir pantai, dari pantai Anyer, pantai pulau Condong Sulah dan dari 3 pantai di Jepang, ada tulisan kanji dan daun-daun bambu… dan seterusnya dan seterusnya.

Masing-masing dari mereka memang mengukir ceritanya tersendiri di sudut tembok mereka berada. Namun ada satu hal yang menyamakan keberadaan mereka, yaitu semuanya ada di sana cuma untuk satu orang. Untukku. Untuk memenuhi keinginanku, keegoisan diriku. Tetapi ada satu sudut yang berbeda, sebuah lahan di atas meja (yang harusnya tempat untuk) belajarku. Di sana terbesit sedikit hangatnya cinta. Di sanalah terpajang kolase ini.

Banyak cerita yang bisa dituturkan dari sana, bertumpuk-tumpuk kenangan yang bisa bercerita satu sama lain. Untaian ceritanya bisa membentuk epik kehidupan kecil yang sederhana, tapi menurut satu orang begitu bermakna. Karena apa yang ada di kolase itu bukanlah Budi sendirian, di sana ada teman-temannya. Di sana, ikut tertawa di sebelahnya, ada orang-orang yang berkenan menghabiskan waktu bersamanya. Kolase ini semakin tebal saja, entah sampai kapan aku akan terus menambah percikan kenanganku padanya. Bertumpuk-tumpuk bukan berarti saling menutupi, melainkan saling melengkapi. Karena foto yang ini takkan ada tanpa gambar yang itu. Karena gambar yang itu takkan lengkap tanpa foto yang ini. Dulu aku kira waktu akan bisa menghapus segalanya. Namun sesekali ketika aku menengok ke tembok ini, ke kolase ini, aku tahu waktu takkan mampu menghapusnya, ia hanya akan membuatnya semakin berharga. Mengapa? Karena ada cinta yang mempertahankannya. :)

Btw, while I’m still full of this kind of love things, I’ll use this chance to say I’m sorry for someone. I know you’re gonna read this. you, who give me a lot of your precious attention. Maybe I’m just too stupid to see the reality, but I have a lot of fun in pursuing what I believe. Eventhough, maybe it’s not even exist. :)
Ya—Ha—!!