23 Jun

Semarang Dari Atas Sadel

Percaya tidak kalau hal-hal familiar yang kita hadapi sehari-hari bisa saja terlihat berbeda tergantung dari sudut pandang kita melihatnya. Semarang yang biasa aku lihat, lewati, jalani setiap detiknya, ternyata bisa terlihat berbeda dari atas sandal ketika aku berjalan, atau dari atas sadel ketika aku bersepeda. Tempat tempat yang biasa kulewati sambil lalu diatas jog sepeda motor ternyata entah kenapa terlihat berbeda ketika kulewati dengan sepeda. Pasar Johar dan kawasan Kota Lama, jalan Pandanaran dan Simpang Lima, Kampung Kali dan Pecinan, semuanya rasanya terlihat lebih… cantik? Mungkin karena sepeda itu lambat dan aku punya lebih banyak waktu untuk melihatnya? Atau karena usaha untuk sampai ke sana lebih berat? Entahlah, mungkin juga memang selama ini aku yang tak memperhatikan.

Mungkin karena baru saja lulus dan kurang kerjaan, sekarang aku sedang semangat bersepeda. Sayangnya, Semarang tampaknya jadi kurang ramah bagi pengendara sepeda dibandingkan ketika jaman ketika aku SMP dulu. Jangankan jalur khusus untuk kendaraan lambat tak bermesin seperti sepeda dan becak, lha wong pinggir jalannya saja selalu saja ada pengganggunya mulai dari mobil yang parkir sembarangan sampai badan jalan yang digunakan untuk berjualan. Karena itulah kadang pengendara sepeda harus “bersaingâ€? di tengah dengan kendaraan bermotor dan mobil. Belum lagi ketika sampai di persimpangan besar, harus pintar-pintar memilih jalur memutar kalau tak mau taruhan nyawa. Masalah polusi juga bukan hal kecil, bersepeda di kota seperti Semarang hanya bisa dinikmati pagi-pagi sekali atau sore menjelang malam, pokoknya disaat lalu lintas tak terlalu ramai. Kalau nekat pada jam sibuk ya mungkin dari sisi kesehatan akan defisit, kaki dan jantung bertambah sehat, tapi paru-paru bolong kebanyakan CO dan CO2. Rasanya tak hanya di Semarang, semua kota hampir sama kondisinya. Kalau membayangkan Jakarta, mungkin bersepeda di jalanan ibukota itu bisa dikategorikan extreme sport ya, mengingat besarnya resiko. Hehehe.. Kota-kota dengan ciri tradisional seperti Yogya mungkin lebih ramah untuk hal seperti ini. Anyone?

Kondisi dan suasana jalan bukan satu-satunya masalah, pengakuan terhadap adanya sepeda pun perlu diperhitugkan. Selama ini aku tak punya masalaha kalau pergi ke Gramedia dengan sepeda, malah parkirnya ditempat VIP dekat dengan penjaganya, atau kalau sekedar berkunjung di depan, aku nekat parkir diantara mobil. Hehe.. bayarnya pun cukup 500 rupiah. Bravo Gramedia! Lain halnya ketika aku pergi ke plasa Simpang Lima, ketika masuk hendak parkir, penjaganya hanya bilang mereka tidak menerima parkir sepeda, kemudian diam dengan sorot mata yang seakan menyuruhku pergi. Untunglah setelah aku cuek masuk ke dalam, ada salah seorang penjaga baik hati yang secara personal menyediakan tempat unuk sepedaku, gratis tentunya. Sekarang kalau hendak ke sana bersepeda, rasanya mesti nyari penjaga baik hati itu dulu untuk bisa parkir. Ah, walaupun banyak tantangannya, tapi menyenangkan kok bersepeda. Btw, kok bisa-bisanya ya selama ini pemerintah mengkampanyekan hemat BBM tanpa menyebut sepeda?

bike
At Gramed : Car? be a man! work your legs out! hehehe..

18 Jun

Entrepeneur Virus

Mimpi yang standar
Hari rabu kemarin aku mengikuti sebuah seminar yang merupakan bagian dari serangkaian acara tentang pengembangan karir. Sebenarnya aku sudah tahu akan berjalan ke arah mana pembicaraan itu, dengan sebuah kata kunci saja : entrepeneur. Dan benar saja, bergulirlah bermacam kata dan jargon yang rasanya sudah ribuan kali aku dengar. “Leave your comfort zone, uanglah yang bekerja untuk kita, employee dan bussiness owner dan seterusnya. Salah satu pembicaranya di hari kedua seminar itu bahkan menyatakan gelarnya sebagai penyebar virus entrepeneur! Hahaha.. way to go dude! (sayang aku malas ikut dihari kedua). Entrepeneur virus, sebuah virus yang membuyarkan beragam mimpi indah beragam warna menjadi satu saja, yaitu mimpi untuk kaya. Pfff…

Tentu saja ya, sebelum bicara banyak, aku tegaskan dulu kalau entrepeneur itu bagus, apalagi untuk kondisi Indonesia seperti ini, menciptakan lapangan kerja, mengurangi ketergantungan pada luar negeri, dan sebagainya. Yang aku tidak suka tentang entrepeneur adalah hype negatif yang terjadi di masyarakat saat ini. Ketika dihadapkan dengan kata entrepeneur, yang terbayang oleh mereka adalah hasil akhirnya, kaya, aman dan tanpa harus bekerja. Mata rantai lain untuk menuju itu, rasanya hilang entah kemana di tengah beragam janji dan kisah-kisah indah.

Wajar memang, bila banyak hal tentang entrepeneur yang disinggung, karena seminar itu bersinggungan dengan masalah karir. Tapi yang membuatku kesal (ya, kesal!) adalah para pengikut acara itu. Acara ini bukanlah yang pertama kali aku ikuti, dan rasanya setiap kali hadirinnya selalu mempunyai mindset yang sama. Ingin punya bisnis property, ingin punya kerajaan bisnis, ingin pensiun dini, ingin ini dan itu, pokoknya ingin kaya dan hidup enak. Tak ada yang salah di situ, hanya saja yang membuatku kesal (dan menjurus muak) kok tidak ada yang ingin meraih mimpinya? Kecuali kalau mimpi mereka memang sesederhana itu.. uang! *sigh, patetik!* Apa mungkin kondisi Indonesia yang seperti ini membuat orang tak punya mimpi lagi? Tak punya cita-cita lain lagi selain menjadi kaya? Entah ya.

Eh btw, akrab dengan kata-kata yang aku sebutkan di atas? Ya, Robert T. Kiyosaki rupanya memang penulis yang hebat, kata-katanya mampu menginspirasi banyak orang untuk mengikuti jalan pikirnya. Jangan salah ya, aku sama sekali nggak benci Pak Robert ini kok, aku bahkan membaca dan punya 3 bukunya. Kenapa cuma 3 saja sementara seri lainnya terus terbit? Karena menurutku untuk buku non-fiksi, masterpiece adalah untuk buku tanpa sekuel, buku dengan satu sekuel adalah bestseller, dengan 2 sekual adalah over-anticipated. Dan buku dengan sekuel lebih dari itu is simply a commercial junk! Kepada pengikut setianya Pak Kiyosaki, dengan penuh pesan perdamaian, aku ingin menyampaikan sedikit unek-unek sebagai berikut.

This is Dreams, not a Comfort Zone.
Please ya bagi kalian penganut mahzab Kiyosaki, tolong dong bedakan antara comfort zone (yang mana kalian alergi itu) dengan fun zone, atau way of life zone, atau inner calling zone. Tahukah kalian? Ada orang-orang yang benar-benar mengejar mimpi mereka, atau yang memenuhi pangilan hati mereka. Ada yang suka dengan kecantikan, dan ia bekerja di salon. Ada yang suka memasak dan ia bekerja di restauran, Ada yang suka sains dan ia bekerja di laboratorium. Ada yang suka olahraga dan ia menjadi atlet. Salah seorang guru SMPku dulu pernah bercerita, ia tahu ia tak akan pernah menjadi kaya ketika ia memutuskan untuk menjadi guru, tapi katanya tak ada yang lebih membahagiakannya daripada mengajar dan membagi ilmu untuk anak-anak, dan karenanya ia bekerja di SMPku itu, Ia memenuhi panggilan jiwanya. Tentu, seperti kalian bilang tentang comfort zone itu, bisa saja mereka atau guruku itu dipecat kapan saja, atau si atlet itu cedera dan tak bisa lagi bertanding. Tapi bukan itu intinya, kawan. Bukan antara kau berkuasa atau tidak. Tapi apakah kau memenuhi mimpimu atau tidak. Leave your comfort zone? What is comfort zone? What you’re talking IS MY LIFE!

Bekerja dan Uang
Salah satu “wahyu” lain yang disampaikan Pak Kiyosaki ini adalah kita harusnya bukan bekerja untuk uang, tapi uanglah yang harus bekerja untuk kita. Terus pernahkah terpikir bahwa uang itu hanya sebagai alat pembantu? Mengapa harus berfokus pada uang? Tahukah bahwa ribuan tahun yang lalu uang hanya untuk memudahkan pertukaran barang antar petani dan peternak? Bahkan sampai sekarangpun di beberapa tempat di muka ini yang disebut dengan uang adalah tak lebih dari bongkahan garam? Dan tentang bekerja, terpikirkah bahwa bekerja itu adalah untuk kesenangan dan kepuasan? Bekerja karena hal itu memenuhi mimpi kita. Eh, tapi jangan salah juga ya, kami normal, kami juga suka uang, uang membuat hidup jauh lebih mudah. Hanya saja, kami tetap lebih menyukai mimpi kami. Titik.

Kamu Tipe Apa?
Tak lengkap rasanya membicarakan pengembangan karir dan entrepeneur tanpa membicarakan penegembangan diri. Tanpa mengurangi rasa hormat bagi para psikolog, aku tak mau dikelompokkan. Aku bukan orang tipe K atau tipe O atau tipe L atau tipe Melankolis, atau tipe apalah kalian menyebutnya. Aku ini unik. Tuhan menciptakanku cuma seorang, dan sampai saat ini aku belum dibuat kloningnya. Kalaupun ada satu atau dua sifatku yang bisa kalian kenali dan klasifikasikan kepada golongan tertentu, aku bersumpah itu cuma kebetulan. Masih banyak ribuan sifatku yang lain, bahkan yang tidak pernah aku perlihatkan sama sekali, yang kalian tidak tahu. Jadi tolong ya, berhentilah mengatakan kalau aku ini tipe manusia A dan harus melakukan B agar sifatku lebih baik atau harus bekerja di bidang C agar aku bisa sukses. Kalian membuang waktu saja.

Hey, look! We got a brain to!
Jadi kesimpulannya kami juga bisa berpikir, gitu loh! Hanya saja mungkin pikiran kami sedikit berbeda, mungkin bagi kami ada hati yang turut berperan mengambil keputusan. Jadi please ya kalian Kiyosaki mania, tolong jangan anggap kami ini sebagai kaum yang belum tercerahkan. Berhentilah berbicara pada kami seolah-olah kalian hendak menyelamatkan kami. Terakhir, please ya tidak usah repot-repot menawari kami untuk ikut MLM atau network marketing atau apalah sebutannya, kami masih ada mimpi yang harus dikejar dan dijalani. Thanks.

Btw, tentang mimpiku sendiri? Ah, kuceritakan lain waktu :-) Meanwhile, here’s another post related to this topic.

dream it

base picture from CNN Archive, diembat menggunakan Google images.

14 Jun

Narciscus et Maximus

Kejadian biasa : Tiap calon wisudawan harus menyerahkan foto diri memakai jas almamater dan jas resmi. Kejadian luar biasa : Aku memakai jas resmi!

Dua foto di bawah itu (click to enlarge, but at your own risk! you’ve been warned!) aku ambil beberapa waktu yang lalu, sekalian bersama foto untuk keperluan administrasi wisuda bulan Juli nanti. Tentu saja persyaratan untuk foto wisuda tidak termasuk foto seluruh badan. Tapi yah.. nanggung! Mumpung masih dandan resmi, kan nggak tiap tahun pake jas. Jadi ya sekalian foto full gitu. Apalagi untuk satu kali bayar dapat dua pose. hehehe… Akhirnya berguna juga repot-repot bikin jas waktu itu.

Tapi memang beda banget ya antara foto amatir dan foto profesional. Beberapa waktu yang lalu temenku si Luhur minta kufoto untuk keperluan lamaran kerja. Kebetulan waktu itu kamdig-ku masih baru-barunya. Tapi ternyata… bagaimanapun seriusnya kami waktu itu, tetep saja hasilnya *pff…* menyedihkan. Coba bandingkan saja dengan hasil foto profesional, jauuuuh. Dan waktu itupun Luhur akhirnya memutuskan untuk foto di studio saja…*sigh* Gomen ne!

Fotoku itu aku ambil di studio Duta Indah di jl. Ahmad Yani dekat Simpang Lima (suer! bukan spam!) Ajaib! aku keliatan lumayan! Wahahaha! (ya, harap menahan muak sebentar) Trus kemana dong semua jerawatku? Manipulasi abis! Ilmu sotoshopnya mantap juga kali ya? Kalau waktu tunggunya lama sih mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi foto itu cepat jadinya, dilakukan sekitar jam 10 pagi dan langsung selesai sore harinya sekitar jam 3. Antrian fotonya banyak pula! Hmm.. mungkin pengaruh juga masalah gaya, tata cahaya, dll. Mungkin yang jago fotografi bisa menjelaskan?

click at your own risk!   click at your own risk!

07 Jun

Untuk Yogya dan Jateng

better late than never…
Help Now!
Bencana bisa datang kapan saja, tak ada yang bisa kita lakukan untuk mencegahnya. Tapi ada yang bisa kita kerjakan untuk memperbaiki apa yang telah dihancurkannya. Apa saja yang kita bisa, mungkin tak seberapa, tapi mungkin sangat berarti untuk mereka. Plis klik link berikut dan mulai peranmu!
Mungkin hari ini gak usah beli rokok deh, besok gak usah jajan tapi bawa bekal aja deh, malam minggu ntar ngak usah nge-date dulu deh, minggu ini gak usah nonton dulu deh, bulan ini gak usah beli majalah itu dulu deh. dll.. dll.. dan sisihkan untuk mereka!

AKSI BLOGGER INDONESIA UNTUK JOGYA

JOGYA QUAKE INFO

POSKO ESCORET

more links? please write it on your comments (max 2 links per comment)

07 Jun

Akhirnya.. Budiyono, ST!

Whuahahahahahahaha…!
Enak sekali rasanya tertawa lepas seperti ini. Hampir tiga minggu sejak tanggal 17 Mei kemarin (the dooms day) hidup ini kok rasanya beraaat banget ya, apalagi setelah jadwal ujian kedua sempat batal karena kesibukan dosen penguji. hehehe. Tapi akhirnya sekarang lepas juga beban itu. Yeah, sang Daruma sudah kembali berdiri dari jatuhnya. Setelah ujian kedua tanggal 5 juni lalu… Aku LULUS!

Ujiannya sendiri tidak berlangsung lama, tidak genap satu jam malah. Beberapa pertanyaan diajukan and I aced them all.. Hahaha! Winning is felt so damn good! Of course, there are still some glitches here and there, but they’re practically nothing if I may say. “Baik saudara Budi, setelah kami tim penguji berdiskusi, kami sangat puas dan kami nyatakan anda lulus menjadi sarjana teknik. Semoga anda bisa menjadi sarjana yang berguna bagi bangsa dan negara. Apalagi mengingat kondisi Indonesia yang kini sedang terpuruk. Selamat!” Seperti itulah kira-kira ucapan dari Pak Agung BP menandai kelulusanku. Thanks Ya Pak!

Sayangnya, dengan kelulusan ini bukannya kesibukan berakhir, masih banyak tumpukan berkas administrasi dan lapisan birokrasi yang mesti aku lewati sebelum bisa merasakan memakai baju toga. Apalagi tanggal wisuda yang sudah dekat.. yah moga-moga bisa ikut keangkut bulan Juli nanti. Thanks buat teman-teman yang membantu dan menyemangati, andaikan tanpa kalian, pasti males banget menjalani ini semua. Terima kasih pada pembimbing dan penguji, maaf kalo ngrepoti, sampai ujiannya nambah jadi dua kali. Hehehe! Saat yang paling menyenangkan tentu saja ketika mengabarkan berita ini pada kedua orang tua.. “Pak’e..! Mbok’e…! nyong luluuuussss…!”

————-
P.S : OK, aku memang sedang gembira, tapi mari jangan lupakan saudara-saudara kita yang sedang ditimpa musibah di Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah.
Blog ini memang memalukan! bahkan tidak satupun dedikasi tulisan untuk tragedi itu (dengan alasan super klasik, kesibukan). Jangan di contoh ya! Mari bantu pulihkan Yogya dan Jateng!

20 May

Nana Korobi Ya Oki

Nana Korobi Ya Oki. “Kalau jatuh tujuh kali, bangun delapan kali“. Itulah yang dikatakan seorang bodhidharma yang bernama Daruma, hampir satu millenium yang lalu. Artinya sederhana tapi dalam: Jangan menyerah, coba saja terus! Representasi dari semangat itu masih bisa dilihat sampai sekarang melalui boneka Daruma. Boneka merah bulat tanpa tangan, kaki dan mata (satu mata dilukis ketika kita memohon permintaan, dan satu mata lagi dilukis ketika permintaan telah terkabul) yang akan selalu bangun kembali, bagaimanapun ia dijatuhkan. Kalo di Indonesia, biasa diadaptasi jadi boneka balon yang bagian dasarnya diisi dengan pasir sebagai pemberat. Tapi kalau kau mencarinya di sini, jangan berharap bentuk Daruma lagi ya, bentuknya di sini sudah mengikuti trend. Trend terbaru tampaknya adalah bentuk Spongebob Squarepants! hehehe!

Btw, ngapain sih ngomong-ngomong soal Daruma? Well, sidang ujianku rabu kemarin gagal! Ouch! Sakit banget emang. Aku dihabisi pada bidang yang seharusnya aku paling bisa. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi. Sekarang yang bisa aku lakukan hanyalah agar ujian selanjutnya bisa berhasil. Aku sendiri fine-fie saja, hanya tak enak pada teman-teman yang sudah repot-repot membantu, dan terlebih lagi pada dosen pembimbing. Maaf ya Pak, sudah mengecewakan. (T_T)

Thanks juga pada teman-teman yang menghibur dan menemani setelah kegagalan itu. Tapi sungguh, aku tak bisa menerima kata-kata bijaksana dan petuah-petuah yang indah. “Kegagalan adalah sukses yang tertunda”; “Ada hikmah yang lebih baik di balik setiap kegagalan”; dst.. dst.. Aw, crap! Itu kan kata kata untuk ngeneng-eneng bocah nangis (kata-kata penghibur untuk mendiamkan bocah yang menangis). Kegagalan adalah Kegagalan, memang pahit, tapi bagaikan obat yang sangat manjur, kita harus menelannya. “Untuk manahan sakit, seorang laki-laki hanya perlu mengatupkan gigi rapat-rapat, merasakan rasa sakit itu dalam-dalam, dan mengubahnya menjadi kekuatan ™”.

Yah, hidup memang sesederhana itu, cuma maju mundur antara senang dan sedih, jadi kalo pas gilirannya dapat yang sedih ya terima saja. Hanya terserah pada kita mau menghadapi kesedihan itu dengan tangis atau tawa. Kalau kau lebih suka tawa daripada tangis, ya hadapi saja kesedihan itu dengan tawa. Bwahahahahahahaha! (eh, bukannya gila lho :-) )

Don't give up!
Daruma Doll (taken from here)

14 May

One hell of a week

Dear Blog, Banyak sekali hal yang aku lakukan minggu ini, mungkin minggu ini termasuk salah satu minggu yang paling sibuk dalam hidupku, dan inilah kenapa:

PASSPORT
Proses membuat passport ini memang sudah aku mulai dua minggu yang lalu dan akhirnya minggu ini selesai juga. Dan dengan bangga aku umumkan wahai kepada bangsa Indonesia, aku membuatnya secara jujur, tanpa ketebelece dan tanpa calo. Ternyata tidak begitu sulit kok, dan total biaya yang aku keluarkan sekitar 270 ribu. Aku memang dibantu calo, tapi tak ada uang yang terlibat, pertama dia menawakan “jasa pengurusannya”, yang aku tolak dengan sopan, tapi akhirnya aku banyak sekali bertanya padanya tentang berbagai prosedur. Hehehe.. thanks ya Mas Xxx!
Tapi pengalaman di kantor imigrasi ini jauh dari menyenangkan, mungkin sama dengan di badan pemerintahan yang lain. Para petugas yang harusnya jadi pelayan masyarakat menempatkan dirinya jauh diatas itu. Sementara di depan banyak masyarakat yang menanti pelayanan, di halaman belakang beberapa petugas malah duduk-duduk sambil merokok. Soal percaloan, bahkan aku lihat sendiri seorang petugas yang “menguruskan” pembuatan passport seseorang. Tak kalah menggelikan adalah ketika aku lihat seorang wanita satu ruangan denganku di ruang wawancara, menyerahkan rokok pada petugas tapi ditolak… bukan karena tak mau, tapi petugas tersebut hanya mau merk tertentu dan minta tukar (Gubrak!!)

TOEFL
Salah satu hal yang menggembirakan minggu ini, bahasa inggris-ku teryata masih lumayan! Terakhir aku mengambil test TOEFL adalah ketika hari-hari awal aku kuliah dulu sebagai wakil dari kampus, bersama Encup, Kuncoro dan Nino. Score-ku waktu itu 563, lumayan lah. Dan setelah sekitar 4 tahun, aku cukup kuatir akan turun (maklum, banyak kontaminan yang masuk) dan perlu mengulang beberapa kali sebelum mencapai target (550). Senin lalu aku kembali menjalani test TOEFL di tempat yang sama di SEU (Service English Unit) UNDIP bersama Mas Adi dan tak dinyana sama sekali, salah seoarang dosenku (Pak Syakur) juga ikut hari itu. Eh, hasil test-ku ternyata naik jadi 583! Hehehe.. not bad, mungkin karena banyak baca manga scanlation dan nonton anime fansub. Hehehe…

General Check-up
Minggu ini aku juga menjalani general checkup di salah satu Laboratorium kesehatan yang aku pikir paling bagus (tapi nanti aku pikir lagi). Lagi-lagi aku dikecewakan dengan pelayanan. Ini hanya perasaanku saja atau memang banyak orang bodoh yang mempunyai jabatan penting? (bahasaku kasar ya? tapi biar!) Aku membawa form kesehatan sendiri untuk mereka isi dan berkali-kali aku harus mengingatkan mereka apa yang harus dilakukan kemudian.

“Mas langsung saja naik bertemu dokternya”
–tapi pemeriksaan ESGnya belum mbak..
“Oh iya itu dulu, silahkan antri.. nanti saya panggilkan orangnya

“Nah, setelah ini silahkan foto sinar X di ruang…”
–tapi itu sudah mbak.
“Ooh”

Tapi itu belum seberapa sampai aku ketemu dengan dokternya, form yang aku bawa memang bilingual jepang dan Inggris, tapi ayolah, masak sesulit itu? Bahasa Inggris seharusnya bukan masalah bagi siapa saja yang bergelar dokter di muka bumi ini. Dokter gitu loh! Pada akhirnya dia bertanya apakah aku punya “backup” untuk form itu, karena yang dia isi saat ini sudah terlalu banyak coretannya akibat dia terus salah mengisi… (Gabruk!!) Njrit, aku harus pulang dulu untuk ngeprint form lagi! Total 3 hari aku bolak-balik ke lab itu.

Monbukagakusho
Membuat passport, mengambil TOEFL dan check up kesehatan memang ada alasannya, dan itu adalah beasiswa Monbukagakusho ke Jepang. Aku mencoba untuk ikut mengajukan lamaran. Bayangkan pergi kuliah S2, semua biaya ditanggung, dan yang terutama : JEPANG. Hampir-hampir seperti sebuah mimpi. Dan untukku saat ini memang masih berupa mimpi. Mengikuti proses seleksi ini saja boleh dibilang adalah misi bunuh diri. Banyak syarat-syarat yang aku belum punya. Pertama, tentu saja yang paling dasar : ilmuku masih cekak. Kedua, aku belum lulus (jadi tak ada transkrip resmi yang aku lampirkan). Ketiga, aku tak punya rekomendasi dari manapun. Keempat, aku belum punya referensi universitas atau profesor yang akan aku ikuti. Kelima.. keenam.. ah..pokoknya nekat aja.
Hal ini memang seperti mimpi yang jauh di atas langit sana, tapi aku akan malu pada diriku sendiri untuk membiarkannya cuma sekedar lewat didepan hidungku begitu saja. Awalnya aku ingin mengurungkan niatku sambil berusaha menyenangkan diri sendiri dengan kata-kata seperti “gak papa kamu memang belum bisa”, “gak papa toh saingannya pasti nggilani”, gak papa toh tahun depan masih bisa”. Ah, tapi kok rasanya ada yang mengganjal gitu. Jadilah aku kumpulkan segenap yang aku punya dan melompat kecil mencoba meraih langit. Lega sekali rasanya ketika lamaran sudah aku kirimkan kamis lalu, sehari sebelum deadline. Bisa dipastikan akan gagal memang, tapi paling tidak yah.. ehm.. menyenangkan?

AIESEC Traineeship Program
Aku sudah mengenal AIESEC dari dulu, bahkan ikut sebuah seminarnya dulu di hotel Horizon. Tapi baru beberapa bulan yang lalu Mas Adi menceritakan tentang program traineeshipnya. Dan kedengarannya sangat menyenangkan! Intinya kita magang kerja di luar negeri. Di program ini memang kita tidak bisa memilih dengan pasti negara mana yang hendak kita tuju.. tapi mudah-mudahan kalau berhasil, semoga di Jepang! hehehe.. biarpun begitu negara lainpun juga pasti asyik! Singapore? (Halo Tis!) Menambah pengalaman dan memperluas pola pandang… yah seperti tujuan yang aku cantumkan di tiap signature emailku : “To see with eyes unclouded by hatred, to feel with heart unfaded by fear…” rasanya takkan bisa tercapai kalo kita nggak kemana-mana, phisically and mentally. hehehehe omongan berat nih :-) Berkas-berkas sudah aku kumpulkan jumat kemarin dan proses selanjutnya akan berlangsung tanggal 28 nanti.. mudah-mudahan lancar.

Tugas Akhir
Inilah tugas yang harusnya aku fokuskan.. eh malah kayaknya aku abaikan. Berkali-kali aku tinggalkan masalah TA untuk mengurus pendaftaran program AIESEC ataupun Monbukagakusho. Capek banget, bahkan aku cuma tidur sejam kamis kemarin. Setelah mendapat kepastian susunan dewan penguji hari selasa kemarin, esoknya aku langsung mengeplot jadwal dosen dan ditentukan bahwa ujianku adalah rabu depan (17 mei 06, jam 13.00). Pengujiku adalah Pak Agung BP, Pak Aghus Sofwan dan Bu Ajub. Esoknya lagi aku ingin membereskan administrasi dan menyerahkan materi ujian pada dosen penguji, sayang gak sempet. pertama, malamnya printerku masuk angin lagi dan yang kedua begitu printerku sembuh setelah aku bawa tempat service, eh listrik mati. Aw..crap! Sore aku baru bisa ke kampus tak berhasil menemui dosen satupun. Untungnya setelah esoknya aku tekepon satu persatu, aku bisa cukup menitipkannya di loker masing-masing.. agak kurang sreg sih tanpa bicara langsung, tapi mo gimana lagi.

What Friends are For
Pagi buta sabtu ini, sekitar hampir jam 4 pagi, seorang teman menelpon dan akhirnya datang ke rumahku. Bercerita banyak tentang masalahnya. Entah apa yang membuatnya datang padaku tapi aku senang merasa dipercaya. Sebenarnya kalo soal memberikan nasihat, aku bukan orang yang tepat, apalagi untuk hal-hal seperti masalahnya, tentang pacar. Jangan-jangan bukannya membantu malah memberi nasihat yang ngawur dan menyesatkan. Tapi paling tidak aku masih bisa mendengarkan. Menurut para ABG kan curhat itu turut meringankan beban. Yeah, whateverlah! Tapi syukurlah keesokannya malamnya (sebelum aku menulis entry ini) dia datang untuk menginap dan sepertinya masalahnya sudah membaik.

Hari ini aku habiskan untuk membenahi beberapa glitch pada Tugas Akhirku dengan bantuan Dani (thanks a lot Dan!). Akhirnya aku bisa menutup minggu ini dengan entry tulisan blog ini sambil menghembus nafas sangat panjang. Nah, Sekarang waktunya mempersiapkan diri untuk D-Day rabu tanggal 17 nanti. Ready or not, here I come!!!

04 May

Hup! Seminar TA? beres!

Apa yang sebaiknya dilakukan malam ini apabila besok kita akan melaksanakan seminat Tugas Akhir kuliah kita. Apakah :
A. Belajar sebaik-baiknya.
B. Banyak istirahat dan tidur nyenyak.
C. Kumpul-kumpul sama teman, bergadang dan main game.

Hahaha.. kemarin malam aku memilih pilihan yang ketiga. Tapi syukurlah, seminarTA-ku esoknya lancar-lancar saja. Terima kasih pada teman-teman yang telah hadir. Walaupun sudah angkatan tua bangka dan jam seminar yang terlalu pagi, tapi ternyata ticketnya sold out! Maaf buat teman-teman yang nggak kebagian kursi dan snack, hehehe.. Bahkan ada tamu-tamu spesial seperti Matin yang baru saja latihan perang dan sedang singgah di Semarang untuk berangkat perang di perbatasan NTT-TimorTimur… dan juga Penembahan Kang Mas Solie. Maturnuwun kang, sampun kersa medun gunung teka ning seminarku. Terima kasih pada Pak Rizal yang telah memimpin seminar. Terima kasih pada Nino, Solie, Adam, Agung Spy dan seorang lagi (cewek, maaf gak tahu namanya) untuk pertanyaannya.

Bener kata Kunce, it feels great kalo sudah seminar. Satu gawang sudah aku lompati. Tapi perang sesungguhnya baru akan dimulai.. yaitu sidang TA. Mudah-mudahan nanti dapat tim penguji yang nggak kiler-killer amat. Buat temen-temen 2K yang belum seminar.. ayo cepetan! the clock is ticking! kamu bisa!!!!!

Victory!

07 Apr

Breaking the Habbit : Susahnya…

Thousands mile of journey always begins with small step. Peribahasa itu agaknya memang benar, setinggi apapun cita-cita, kalau cuma diangan-angan itu sama aja dengan nol, zero, nada, nehi-nehi, jendhol, nihil, nothing, bo’ong, bulsyit!

Saat ini sudah hampir dua minggu perhatianku tersita pada satu hal TA a.k.a Tugas Akhir a.k.a Skripsi, suatu hal yang harusnya aku perhatikan lebih dari dua tahun yang lalu. Mungkin karena hal inilah (ok, cari alesan memang lame, tapi sudahlah~) aku lama nggak ngisi blog dan gaul di internet. Adakah yang merindukanku? (*buka payung menangkis lemparan buah busuk*).

Di kampusku, atau mungkin juga di kampus yang lain berlaku suatu hukum aneh dan menyusahkan diri sendiri, namun tetap saja dianut hingga sekarang. Seberat apapun tugas kuliah yang diberikan, tapi kalau jangka waktu yang diberikan lumayan panjang, pasti akan dikerjakan di malam terakhir pada jam-jam mendekati deadline. Tidak perduli apakah itu tugas kuliah, laporan praktikum, dan bahkan skripsi! Tapi entah kenapa ya, pasti selalu ada saja pemecahannya. Dua malam kemarin aku ngebut laporan TA, eh jadi juga laporan TA itu, boleh dibilang versi 1.0 lah. Heran 140-an halaman dipikirkan dan diketik dalam waktu 2 malam kok bisa ya? Sepertinya pada kondisi ini berlaku hukum yang aku sebutkan tadi : dimana ada kepepet, di situ ada jalan!

Btw, tak terasa sekarang sudah bulan april, harapan untuk sudah lulus ketika kontrak kerja berakhir pupuslah sudah. Bulan ini adalah bulan terakhir aku kerja di tempat ini. Sama sekali tak kusangka setahun yang lalu, bahwa aku akan keluar dari perusahaan ini masih dengan status yang sama : mahasiswa!. Padahal aku kira dulu, setahun itu waktu yang sangat panjang, banyak hal yang akan terjadi, eh ternyata tidak juga tuh. Terakhir aku cuma bisa bilang kepada diriku sendiri dan pada teman-teman seperjuangan kampus elektro yang belum lulus: Ganbate!!!!